slogan

Nyatakan Hadirmu dengan Kreasi, Wujudkan Lewat Cita dan Cinta

7.08.2013

Pemberontakan Nurani dan Pikiran "Monolog Merdeka"



Merdeka… Merdeka..Merdeka…!
Di depan studio teater kampus unhas dengan latar tirai hitam, dan tata cahaya serta panggung seadanya. Untuk Ukuran pementasan memang tidak begitu proporsional, karena bukan peruntukan pementasan seperti biasanya dengan panggung yang ideal. Jarak aktor dan penonton pun hanya satu meter saja. Malam itu dikhususkan untuk uji coba pementasan Naskah yang ditulis Putu Wijaya “Monolog Merdeka Sutradara Anaruddin” untuk tujuan pementasan kurasi Festival Monolog Mahasiswa Nasional (STIGMA 3 Bandung) yang akan di selenggarakan oleh Gelanggang Seni Sastra Teater dan Film Universitas Padjadjaran, Bandung, Desember mendatang.
Proklamasi… Proklamasi… suara dari balik panggung, tanda prolog. Seorang laki-laki duduk di atas kursi taman. Cahaya mulai menyorot. Sambil menggulung lengan baju hitamnya, di raut mukanya, duka menyelimuti laki-laki itu, dia bercerita mengenang kelahirannya. Dia seorang anak yang lahir tepat proklamasi kemerdekan, lahirlah ia jadi kusuma bangsa. Anak dari pejuang kemerdekaan. “Merdeka” ia di beri nama oleh Bapaknya.
“selamat datang ke atas dunia. Selamat datang di Indonesia, anakku, Merdekakan dirimu dari segala macam penjajahan, jangan seperti bapakmu. Bebaskan negeri ini dari kemiskinan. Merdekakan rakyat dari kesengsaraan akibat kezaliman para pemimpinnya sendiri. Jadilah masa depan kami semua “ sambil ia menimang-nimang mengingat bagaimana ia di besarkan dan menjalani kehidupan.
Sekarang dia tumbuh menjadi anak yang dewasa, menempuh pendidikan dan tumbuh bersama yang lainnya. Namun, Merdeka kritis terhadap apa yang dia lihat. Bahkan Merdeka tidak pernah peduli apa yang dikatakan gurunya. Ia haus akan Ilmu pengetahuan, kalau Ia tidak setuju, tanpa pertimbangan, lagi-lagi Ia protes. Sampai akhirnya karena kasus yang sepela dikeluarkan dari sekolah.
Monolog Merdeka yang sarat kritikan tidak bisa dilepaskan dari kondisi pendidikan kita, di tengah-tengah carut marutnya bangsa, protes yang dilancarkan oleh Murid (Baca: Mahasiswa) justru  ada yang harus dikeluarkan atau pun mendapat perlakuan intimidasi melalui akdemiknya dari dia disebut pendidik. Bukan kah pendidikan mengajarkan untuk berpikir secara mendalam, serta tangkap akan kondisi, serta pendidikan dijadikan sarana proses belajar peserta didik untuk menghadapi kehidupan bermasyarakat. Bergitulah Merdeka, hingga akhirnya keluar tanpa mengatongi ijazah.
Namun, pencarian kehidupan merdeka tidak selesai begitu saja, ada juga seorang yang idelis mau menerimanya bekerja. Tapi, karena kedudukan yang didapatkanya masih saja menemui persoalan. Karena seorang anak pejabat menginginkan jabatan itu “Merdeka” harus menyerahkan posisinya.
Kenyataan yang dihadapi Merdeka jauh sangat berbeda dengan apa yang di dapatkan ataupun didongengkan di dalam kelas. Merdeka mencoba mencari jalan keluar “Pergilah ke dukun” seperti saran orang yang ditemuinya. Merdekan pun percaya akan itu. Tapi, dukun menyarankan untuk menganti nama “Merdeka”. Kepercayaan dirinya mulai tergerus. Ia kembali menemui ayahnya untuk meminta izin untuk mengganti namanya. Namun, ayah merdeka begitu keras tidak menyetujui permohonannya “Merdeka, apa kamu kira Merdeka itu nikmat? Apa kamu kira merdeka itu bebas dari kesialan. Apa kamu kira Merdeka itu berarti kamu akan mendadak jadi kaya dan bahagia. Merdeka itu Beban, Merdeka itu kamu harus menghadapi keperihan, kesengsaraan, Merdeka itu Sakit. Kamu belum jadi mayat, belum jadi robot. Tetaplah Merdeka”. Orang tua itu tersentak, lalu jatuh, dan mati. Merdeka bersumpah di depan tubuh ayahnya, tak akan melepaskan “kemerdekaan-nya”. 
Gambaran kehidupan yang diperankan dalam  Monolog “Merdeka” diperankan Ismail aktor teater kampus unhas. Membawa kami larut dari pementasan itu, walau hanya beralaskan Koran. Pementasan yang berdurasi 45 menit itu, mampu membuat penulis merenungkan akan nasib bangsa, rakyat, dan pendidikan kita. Protes bukan hanya lahir dari demonstrasi tapi penyebaran wacana sosial bisa di jumpai di atas panggung pertunjukan.   



Ilham “ Sastra Ilo”
Catatan Pertunjukan Uji Coba Teater Kampus Unhas
 “6 Juli 2013”. Pukul 20.00 Wita @Teaterkampusunhas.

Tidak ada komentar: