slogan

Nyatakan Hadirmu dengan Kreasi, Wujudkan Lewat Cita dan Cinta

12.04.2019

Lakon Penuh Intrik


Pertunjukan Orang-orang Pendek

OLEH: 
Burhan Kadir

Dosen FIB Unhas dan Pembina UKM Teater Kampus Unhas
“Orang-orang Pendek” dari Universitas Hasanuddin Makassar beraksi di Taman Budaya Sumatera Utara
Delapan orang perempuan bertandang ke Medan dengan membawa enggran. Tujuh aktris dan seorang sutradara, mereka melakukan pertunjukan teater, 19 November 2019 pukul 16.00 WIB di Taman Budaya Sumatera Utara, Jalan. Perintis Kemerdekaan No. 33, Gaharu, Medan Tim, Kota Medan Sumatera Utara.
Tim TKU
Festival Teater Mahasiswa Nasional (Festamasio) IX adalah tajuk kegiatan yang membawa perempuan-perempuan tangguh Universitas Hasanuddin ini menjajal panggung pertunjukan tanah Melayu Deli. Festamasio adalah ajang bertukar pengetahuan para pekerja seni kampus nusantara, khususnya bidang teater. Meskipun semangatnya adalah menjadi sang juara, namun sebagai pekerja seni kampus, sharing karya atau diskusi pementasan tetap menjadi kekuatan ajang kompetisi perteateran mahasiswa Indonesia ini.
Sebanyak 12 kelompok teater hadir mewakili kampus. Mereka masing-masing: Teater Teater Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, GSSTF Universitas Padjajaran Bandung, Teater Yupa Universitas Mulawarman, Teater Batra Universitas Riau, Teater Gabi Universitas Sriwijaya Palembang, Teater Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Teater GBB  Universitas Sultan Agung Tirtayasa Banten, Teater Cafe Ide  Universitas Sultan Agung Tirtayasa Banten, Teater Tiyang Alit Institut Teknologi 10 November Surabaya, teater Institut Surabaya Universitas Negeri Surabaya, dan dari Makassar hadir Teater Titik Dua Universitas Negeri Makassar serta Teater Kampus Universitas Hasanuddin.
Adapun panitia pelaksana Teater Sisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara menerapkan sistem kurasi. Para kelompok teater mengirim video pertunjukkan mereka yang nantinya dipentaskan saat festival berlansung. Ada 25 video pertunjukkan yang panpel terima, kemudian dewan jurinya yakni; Yondik Tanto dari Medan, Haris Priyadi dari Jakarta, Imam Soleh dari Bandung. Dari kurasi meloloskan 19 kiriman video dari 25 kelompok teater mahasiswa. Namun, hingga kegiatan ini terlaksana hanya 12 kelompok teater yang hadir dan mementaskan karya-karya mereka. Mungkin ke-7 kelompok teater mahasiswa yang tidak hadir terkendala biaya pertunjukan ke Medan Sumatera Utara. Karena dari segi kesiapan untuk pentas tak diragukan lagi sebab mereka telah mengirimkan video pertunjukan.
Ada yang menarik dari dua kontestan dari Makassar, Teater Titik Dua Universitas Negeri Makassar dan Teater Kampus Universitas Hasanuddin. Mereka masing-masing menggunakan bambu sebagai properti yang menghidupkan pertunjukan mereka.
Bambu bukan hanya menjadi properti namun juga menjadi simbol kehidupan, kebenaran serta kekuatan manusia-manusia dari golongan masyarakat dari kelas yang dikuasai. Masyarakat yang menjadi korban dari segala siasat penguasa dan pengusaha negeri ini. Bambu adalah bahan murah, tumbuh di desa yang menjadi alat penyambung hidup masyarakat pedesaan, mencari sumber makanan, menjadi pagar, penghalang binatang buas masuk ke rumah-rumah mereka.
Namun selain bambu, Teater Kampus Unhas juga menggunakan plastik untuk kostum mereka yang berwarna-warni. Simbol plastik ini adalah sebuah kepalsuan sengaja digunakan sebagai bentuk kontradiktif dari bambu. Sedangkan warna-warni dari kostum itu sebagai penguat karakter tiap tokoh dalam cerita tersebut, seperti warna merah tanda dari sebuah kemarahan, biru ketenangan, kuning adalah tanda progresif, visioner, hijau adalah sikap yang labil tidak mempunyai pendirian, warna pink menandakan kesenangan, dan orange dengan karakter menolak perubahan, menandakan kemapanan pada kondisinya saat ini.
Sebagai sebuah properti, Teater Kampus Unhas (TKU) menjadikan bambu sebagai alat permainan tradisional, Enggran. Permainan masa kecil yang penuh dengan canda tawa, sebuah kebahagian. Akan tetapi, saat Enggran ini berjalan di atas panggung maka tidak hadir sekadar sebagai media hiburan namun juga sebalai alat kritik.
MELINGKAR DAN BERDOA
TKU pada ajang Festamasio ini mementaskan naskah “Orang-orang Pendek” karya Astrid, mahasiswa Fakultas Hukum dan sebagai sutradara Arlinda Verawaty mahasiswa Fakultas Teknik Unhas. Durasi pertunjukan 45 menit dengan menggambarkan kehidupan orang-orang pendek secara pemikiran, semangat, dan bahkan kelakuan dengan segala intriknya.
Pemikiran pendek tentunya akan melahirkan kelakuan yang pendek pula. Tak ada pikiran tentang imbas dari apa yang telah dilakukan. Pokoknya lakukan saja dahulu, salah belakangan. Pikiran pendek terkadang lahir di sekeliling kita, yang memicu tawuran, yang memicu pencurian bahkan yang memicu seseorang berbuat amoral seperti korupsi. Ini bukan tentang setinggi mana deretan ijazah seseorang sebab pikiran pendek menjebol pikiran dan hati kita hingga tecermin pada apa yang akhirnya kita lakukan.
Fenomena pikiran pendek terlalu banyak kita saksikan sekarang ini, mulai dari tawuran mahasiswa, pelajar, tawuran antar kampung, lorong. Pencurian ayam, celengan masjid sekalipun, uang cetak kitab suci, uang bantuan sosial hingga dana jamaah haji. Pelakunya hingga orang yang tak menempuh pendidikan, orang miskin hingga orang yang berderet titel akademiknya dan punya banyak rekening dan isi yang melimpah disaldo mereka. Pikiran panjang di sini bukan tentang seberapa canggih mereka berpikir agar melakukan itu semua tidak akan diketahui khayalak. Kelakuan itu lahir dari pikiran pendek mereka.
Pikiran pendek salah satunya lahir dari hasrat ingin mencapai sesuatu yang tinggi, suci, posisi, kewibawaan dari sebuah dari kehidupan yang disebut masyarakat sosial, struktur tertinggi secara sosial dan ekonomi. Menurut Pierre Bourdieu manusia memahami dan menilai realitas dan penghasil praktik-praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur-struktur objektif, yang kemudian ada yang tempat yang diperebutkan yakni sebuah Ruang sosial. Ruang sosial adalah adalah lapangan bagi kekuatan dan usaha antara agen – agen yang memiliki cara dan tujuan yang berbeda. Lapangan ini dicirikan oleh “aturan permainan”, yang eksplisit maupun yang teratur secara sistemik. Karena lapangan ini dinamis, nilai-nilai yang membentuk modal kultural dan modal sosial juga dinamis dan arbitrer (dapat dipertukarkan).
Dalam meraih posisi pada ruang sosial ini, “aturan permainan” terkadang harus harus punya aturan permainan tersendiri. Modal ekonomi, Modal sosial dan modal kultural adalah kekuatan yang harus dimiliki bila ingin menempati ruang sosial yang tinggi, suci, punya power, dan kewibawaan. Lantas dalam mencapai itu tidak semua penghuni ruang sosial atau kelompok sebuah masyarakat mendapatkannya dari warisan kekayaan, warisan darah biru dan kemampuan untuk  memiliki ijazah tertinggi di dunia pendidikan. Terkadang cara mendapatkan modal itu tidak dengan cara mempertukarkan modal saja. Namun, lebih kepada menikmati jalan pintas memiliki keuntungan dari modal-modal tersebut.
Hal ini kemudian yang coba dihadirkan naskah Orang-Orang Pendek. Bahwa struktur sosial yang akhirnya menciptakan ruang-ruang sosial adalah hanya tentang sebuah perbedaan posisi dan kenikmatan yang ditawarkan posisi-posisi tersebut. Semakin tinggi posisimu maka semakin banyak kenikmatan, kekuasaan yang akan engkau dapatkan.
Lagi-lagi tidak semata tentang fungsi posisi tersebut, namun tentang kebanggaan, tentang berbeda dan lebih baik, yang ujungnya menempati ruang sosial hanya sekedar memperjelas dimana posisimu. Marxis menyebutnya sebagai ketimpangan antar kelas, karena ada yg menguasai dan dikuasai. Akhirnya segalah cara digunakan agar berada pada ruang sosial yang tinggi, sebuah golongan kelas yang menguasai.
Menggunakan properti bambu sekaligus sebagai simbol, alat untuk berada pada kelas menguasai, keluar dari citra orang-orang yang dikuasai. Persoalan cara mendapatkan ruang sosial kelas tinggi adalah nomor sekian intinya adalah berada pada ruang sosial impian tersebut.  Di akhir pertunjukan naskah Orang-Orang Pendek, enggran kemudian menjadi simbol mencapai posisi tinggi dengan bantuan alat menjadi tinggi. Enggran dimaksudkan sebagai alat instan untuk mencapai tempat suci dan tinggi itu.
Sebagai kelompok mahasiswa yang kemudian menjatuhkan pada seni pertunjukan untuk berproses sebagai mahasiswa dengan belajar melihat realita kehidupan lewat sudut pandang teater. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Kampus Universitas Hasanuddin mengangkat tema human interest dalam penampilannya. Sebuah potret kehidupan yang lahir dari pengalaman-pengalaman mereka dari diskusi, membaca bahkan terlibat langsung dalam fenomena tersebut.
DISKUSI PEMENTASAN
Menyajikan pertunjukan dengan konsep teater alienasi. Membawa kesadaran pada dirinya hanya sebagai pemain teater yang berupaya memerankan sebuah tokoh. Ini terlihat saat salah satu pemain yang kemudian berdialog mengambarkan siapa dirinya dan fungsi dia sebagai perantara dengan penonton sambil memanggil dan meminta pendapat penonton.
Tentunya sebagai sebuah pertunjukan dan organisasi kemahasiswaan TKU pasti tidak pernah lepas dari fungsinya sebagai teater proses dan protes. Protes yang ditampilkan lewat pertunjukan teater dan harusnya menghadirkan solusi dan atau paling tidak hadir memberi pemantik kesadaran pada para audiesnya. Ini pula yang menjadi ciri dari teater alienasi tersebut, membuat penonton sadar bahwa mereka hanya sekadar menonton dan menghibur diri lewat pertunjukan teater, tetapi sekaligus menciptakan buah pikir, sebuah pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang sedang mereka tonton.
Selamat kepada Teater Kampus Unhas yang telah menuntaskan lagi satu prosesnya berteater dan tugas sebagai lembaga mahasiswa. Sembilan bulan berproses bukan waktu yang lama, namun proses tersebut mendapat respons yang baik dari Pimpinan Universitas Hasanuddin, sebagai salah satu tujuan Universitas yang menciptakan generasi yang cerdas, handal, dan berbudaya tak hanya diperoleh dari bangku kuliah saja tetapi juga kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti ini.
Lewat Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M. Kes., selain akses tempat latihan, juga memberi bantuan delapan tiket PP Makassar-Medan untuk tujuh pemain dan satu sutradara. Harapan kita semua semoga ke depannya akan lebih baik lagi respons-respons pimpinan Universitas terhadap kegiatan-kegiatan kemahasiswaan hingga tak ada lagi peserta yang sudah dinyatakan lolos kurasi sebagai peserta tapi gagal hadir karena terkendala dana. Mungkin salah satu sebabnya karena pimpinan Universitas tidak melihat kegiatan ini sebagai kegiatan yang sangat penting untuk proses bermahasiswa para mahasiswanya dan mereka-mereka harusnya belajar dari Unhas. (*)




Tidak ada komentar: