Pertunjukan Orang-orang Pendek |
OLEH: Burhan Kadir
Dosen FIB Unhas dan Pembina UKM Teater Kampus Unhas
“Orang-orang Pendek” dari Universitas Hasanuddin Makassar beraksi di Taman Budaya Sumatera Utara
Delapan
orang perempuan bertandang ke Medan dengan membawa enggran. Tujuh aktris dan seorang
sutradara, mereka melakukan pertunjukan teater, 19 November 2019 pukul 16.00
WIB di Taman Budaya Sumatera Utara, Jalan. Perintis Kemerdekaan No. 33, Gaharu,
Medan Tim, Kota Medan Sumatera Utara.
Tim TKU |
Sebanyak
12 kelompok teater hadir mewakili kampus. Mereka masing-masing: Teater Teater
Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, GSSTF Universitas Padjajaran
Bandung, Teater Yupa Universitas Mulawarman, Teater Batra Universitas Riau,
Teater Gabi Universitas Sriwijaya Palembang, Teater Syahid UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Teater GBB
Universitas Sultan Agung Tirtayasa Banten, Teater Cafe Ide Universitas Sultan Agung Tirtayasa Banten,
Teater Tiyang Alit Institut Teknologi 10 November Surabaya, teater Institut
Surabaya Universitas Negeri Surabaya, dan dari Makassar hadir Teater Titik Dua
Universitas Negeri Makassar serta Teater Kampus Universitas Hasanuddin.
Adapun
panitia pelaksana Teater Sisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
menerapkan sistem kurasi. Para kelompok teater mengirim video pertunjukkan
mereka yang nantinya dipentaskan saat festival berlansung. Ada 25 video
pertunjukkan yang panpel terima, kemudian dewan jurinya yakni; Yondik Tanto
dari Medan, Haris Priyadi dari Jakarta, Imam Soleh dari Bandung. Dari kurasi meloloskan
19 kiriman video dari 25 kelompok teater mahasiswa. Namun, hingga kegiatan ini
terlaksana hanya 12 kelompok teater yang hadir dan mementaskan karya-karya
mereka. Mungkin ke-7 kelompok teater mahasiswa yang tidak hadir terkendala
biaya pertunjukan ke Medan Sumatera Utara. Karena dari segi kesiapan untuk
pentas tak diragukan lagi sebab mereka telah mengirimkan video pertunjukan.
Ada
yang menarik dari dua kontestan dari Makassar, Teater Titik Dua Universitas
Negeri Makassar dan Teater Kampus Universitas Hasanuddin. Mereka masing-masing
menggunakan bambu sebagai properti yang menghidupkan pertunjukan mereka.
Bambu
bukan hanya menjadi properti namun juga menjadi simbol kehidupan, kebenaran
serta kekuatan manusia-manusia dari golongan masyarakat dari kelas yang
dikuasai. Masyarakat yang menjadi korban dari segala siasat penguasa dan
pengusaha negeri ini. Bambu adalah bahan murah, tumbuh di desa yang menjadi
alat penyambung hidup masyarakat pedesaan, mencari sumber makanan, menjadi
pagar, penghalang binatang buas masuk ke rumah-rumah mereka.
Namun
selain bambu, Teater Kampus Unhas juga menggunakan plastik untuk kostum mereka
yang berwarna-warni. Simbol plastik ini adalah sebuah kepalsuan sengaja
digunakan sebagai bentuk kontradiktif dari bambu. Sedangkan warna-warni dari
kostum itu sebagai penguat karakter tiap tokoh dalam cerita tersebut, seperti
warna merah tanda dari sebuah kemarahan, biru ketenangan, kuning adalah tanda
progresif, visioner, hijau adalah sikap yang labil tidak mempunyai pendirian,
warna pink menandakan kesenangan, dan orange dengan karakter menolak perubahan,
menandakan kemapanan pada kondisinya saat ini.
Sebagai
sebuah properti, Teater Kampus Unhas (TKU) menjadikan bambu sebagai alat
permainan tradisional, Enggran. Permainan masa kecil yang penuh dengan canda
tawa, sebuah kebahagian. Akan tetapi, saat Enggran
ini berjalan di atas panggung maka tidak hadir sekadar sebagai media hiburan
namun juga sebalai alat kritik.
MELINGKAR DAN BERDOA |
Pemikiran
pendek tentunya akan melahirkan kelakuan yang pendek pula. Tak ada pikiran
tentang imbas dari apa yang telah dilakukan. Pokoknya lakukan saja dahulu,
salah belakangan. Pikiran pendek terkadang lahir di sekeliling kita, yang
memicu tawuran, yang memicu pencurian bahkan yang memicu seseorang berbuat
amoral seperti korupsi. Ini bukan tentang setinggi mana deretan ijazah
seseorang sebab pikiran pendek menjebol pikiran dan hati kita hingga tecermin
pada apa yang akhirnya kita lakukan.
Fenomena
pikiran pendek terlalu banyak kita saksikan sekarang ini, mulai dari tawuran mahasiswa,
pelajar, tawuran antar kampung, lorong. Pencurian ayam, celengan masjid
sekalipun, uang cetak kitab suci, uang bantuan sosial hingga dana jamaah haji.
Pelakunya hingga orang yang tak menempuh pendidikan, orang miskin hingga orang
yang berderet titel akademiknya dan punya banyak rekening dan isi yang melimpah
disaldo mereka. Pikiran panjang di sini bukan tentang seberapa canggih mereka
berpikir agar melakukan itu semua tidak akan diketahui khayalak. Kelakuan itu
lahir dari pikiran pendek mereka.
Pikiran
pendek salah satunya lahir dari hasrat ingin mencapai sesuatu yang tinggi,
suci, posisi, kewibawaan dari sebuah dari kehidupan yang disebut masyarakat
sosial, struktur tertinggi secara sosial dan ekonomi. Menurut Pierre Bourdieu
manusia memahami dan menilai realitas dan penghasil praktik-praktik kehidupan
yang sesuai dengan struktur-struktur objektif, yang kemudian ada yang tempat
yang diperebutkan yakni sebuah Ruang sosial. Ruang sosial adalah adalah
lapangan bagi kekuatan dan usaha antara agen – agen yang memiliki cara dan
tujuan yang berbeda. Lapangan ini dicirikan oleh “aturan permainan”, yang
eksplisit maupun yang teratur secara sistemik. Karena lapangan ini dinamis,
nilai-nilai yang membentuk modal kultural dan modal sosial juga dinamis dan
arbitrer (dapat dipertukarkan).
Dalam
meraih posisi pada ruang sosial ini, “aturan permainan” terkadang harus harus
punya aturan permainan tersendiri. Modal ekonomi, Modal sosial dan modal
kultural adalah kekuatan yang harus dimiliki bila ingin menempati ruang sosial
yang tinggi, suci, punya power, dan
kewibawaan. Lantas dalam mencapai itu tidak semua penghuni ruang sosial atau
kelompok sebuah masyarakat mendapatkannya dari warisan kekayaan, warisan darah
biru dan kemampuan untuk memiliki ijazah
tertinggi di dunia pendidikan. Terkadang cara mendapatkan modal itu tidak
dengan cara mempertukarkan modal saja. Namun, lebih kepada menikmati jalan
pintas memiliki keuntungan dari modal-modal tersebut.
Hal
ini kemudian yang coba dihadirkan naskah Orang-Orang
Pendek. Bahwa struktur sosial yang akhirnya menciptakan ruang-ruang sosial
adalah hanya tentang sebuah perbedaan posisi dan kenikmatan yang ditawarkan
posisi-posisi tersebut. Semakin tinggi posisimu maka semakin banyak kenikmatan,
kekuasaan yang akan engkau dapatkan.
Lagi-lagi
tidak semata tentang fungsi posisi tersebut, namun tentang kebanggaan, tentang
berbeda dan lebih baik, yang ujungnya menempati ruang sosial hanya sekedar
memperjelas dimana posisimu. Marxis menyebutnya sebagai ketimpangan antar
kelas, karena ada yg menguasai dan dikuasai. Akhirnya segalah cara digunakan
agar berada pada ruang sosial yang tinggi, sebuah golongan kelas yang
menguasai.
Menggunakan
properti bambu sekaligus sebagai simbol, alat untuk berada pada kelas menguasai,
keluar dari citra orang-orang yang dikuasai. Persoalan cara mendapatkan ruang
sosial kelas tinggi adalah nomor sekian intinya adalah berada pada ruang sosial
impian tersebut. Di akhir pertunjukan
naskah Orang-Orang Pendek, enggran
kemudian menjadi simbol mencapai posisi tinggi dengan bantuan alat menjadi
tinggi. Enggran dimaksudkan sebagai alat instan untuk mencapai tempat suci dan
tinggi itu.
Sebagai
kelompok mahasiswa yang kemudian menjatuhkan pada seni pertunjukan untuk
berproses sebagai mahasiswa dengan belajar melihat realita kehidupan lewat
sudut pandang teater. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Kampus Universitas
Hasanuddin mengangkat tema human interest
dalam penampilannya. Sebuah potret kehidupan yang lahir dari
pengalaman-pengalaman mereka dari diskusi, membaca bahkan terlibat langsung
dalam fenomena tersebut.
DISKUSI PEMENTASAN |
Tentunya
sebagai sebuah pertunjukan dan organisasi kemahasiswaan TKU pasti tidak pernah
lepas dari fungsinya sebagai teater
proses dan protes. Protes yang ditampilkan lewat pertunjukan teater dan
harusnya menghadirkan solusi dan atau paling tidak hadir memberi pemantik
kesadaran pada para audiesnya. Ini pula yang menjadi ciri dari teater alienasi
tersebut, membuat penonton sadar bahwa mereka hanya sekadar menonton dan
menghibur diri lewat pertunjukan teater, tetapi sekaligus menciptakan buah
pikir, sebuah pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang sedang mereka tonton.
Selamat
kepada Teater Kampus Unhas yang telah menuntaskan lagi satu prosesnya berteater
dan tugas sebagai lembaga mahasiswa. Sembilan bulan berproses bukan waktu yang
lama, namun proses tersebut mendapat respons yang baik dari Pimpinan
Universitas Hasanuddin, sebagai salah satu tujuan Universitas yang menciptakan
generasi yang cerdas, handal, dan berbudaya tak hanya diperoleh dari bangku
kuliah saja tetapi juga kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti ini.
Lewat
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.
Kes., selain akses tempat latihan, juga memberi bantuan delapan tiket PP
Makassar-Medan untuk tujuh pemain dan satu sutradara. Harapan kita semua semoga
ke depannya akan lebih baik lagi respons-respons pimpinan Universitas terhadap
kegiatan-kegiatan kemahasiswaan hingga tak ada lagi peserta yang sudah
dinyatakan lolos kurasi sebagai peserta tapi gagal hadir karena terkendala
dana. Mungkin salah satu sebabnya karena pimpinan Universitas tidak melihat
kegiatan ini sebagai kegiatan yang sangat penting untuk proses bermahasiswa
para mahasiswanya dan mereka-mereka harusnya belajar dari Unhas. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar