slogan

Nyatakan Hadirmu dengan Kreasi, Wujudkan Lewat Cita dan Cinta

1.16.2023

FTMI: Suara-suara dari Taman Budaya

Dari Festival Teater Mahasiswa Makassar

dok tku


ARSIP TKU-Tiga sosok tubuh pucat diam bak patung batu. Bersusun tiga dan matanya tajam menatap ke depan. Di depannya seorang ibu tengah tenggelam dalam kesibukannya menyulam sebuah selendang. Sementara di sudut lain, seseorang komandan berseragam hijau sibuk memberi penerintah kepada dua anak buahnya untuk mencari suara-suara yang memekakkan teliga.

Sosok yang berasal dari kematian, dan dari tiga tempat yang berbeda. Meski terkesan sangat simbolik namun maknanya mengungkapkan, jika ketiga roh itu mewakili Aceh, Tragedi Jakarta, dan mahasiswa UMI yang tewas saat demokrasi beberapa tahun silam. "Bagaimana caranya kita dapat membantu ibu memperindah sebuah selendang. Kita di alam lain. Semoga anak-anak penerus itu lahir dan dapat membantu ibu memperindah sebuah selendang," ujar mereka.

Sebelum berlalu, ketiga sosok kaku itu memberi mimpi buruk dan suara-suara aneh pun menggema memekkan telingan. Dan, akhirnya, kebatilan dapat dikalahkan oleh kebaikan. Leher sang komandan pun harus rela dikait dengan sarung-sarung anak negeri, pemberian sang ibu pertiwi. 

Dari dialog dan ekspresi tubu yang ditampilkan oleh Kelompok Sastra dan Teater (Kosaster) Unhas ini ingin seakan ingin mengungkapkan sebuah masalah yang sampai saat ini belum diselesaikan. Judul 'suara-suara" garapan sutradara M Hadis Badui SS merupakan salah satu peserta dalam Festival Teater Mahasiswa Se Sulawesi Seelatan yang diselenggarakan oleh Teater Kampus Unhas (TKU).

Penampilan lain Teater Embrio dari Universitas Muhammadiyah Makassar (UMM), menampilkan kegelapan dan suara-suara serta nyal senter di atas panggung. Seorang wanita yang dibalut kegelisahan, ketakukan dan senantiasa memasang telingannya saat mendengar suara-suara yang mendekatinya. Kasak-kusuk dan berdialog sendiri dalam kesunyiannya di sebuah negeri yang tak pernah ia inginkan. Tapi, ia tetap di sana. Sampai seorang miskin datang menawarkan bantuan. Ia terdampar ke negeri kegelapan itu karena orang kepercayaannya justru mencabik-cabik dirinya.

Dia yang selama ini memberi keturunan dan memberikan keteduhan justru dicampakkan. Tapi ada daya, sang wanita dalam gelap itu pun menendangnya. "Pergilah ke perbatasan," ujar sang wanita.

Beraksi di atas pentas tanpa menampakkan sosok dan ekspresi pemain secara gamblang membuar penonton di aula Taman Budata, harus jeli memasang mata dan telinga untuk memaknai setiap adegan yang disuguhkan. Sutradara Embrio yang memberikan titel Negeri Bayangan ini tampaknya ingin bereksperimen berteater tanpa lighting yang memadai.

"Cerita bertutur bagaimana kita sekarang, berada dalam kegelapan, kesuraman. Sehingga diperlukan, kejelian mata untuk melihat," ungkap Rica saat dialog antar sutradara dengan penonton.

"Dalam pementasan teater, ekspresi itu sangat diperlukan, semestinya lampu senter lebih kuat, sehingga menampilkan sosok dan ekspresi lebih nyata," uuar Syahriar Tato yang turut menikmati pementasan tersebut. Kalau tidak ada aral, malam ini seni teater mahasiswa, Makassar dari TKU dan UNM akan manggung (ang/yk/C)

Ujung Pandang Express, Minggu, 27 Agustus 2000


Tidak ada komentar: