slogan

Nyatakan Hadirmu dengan Kreasi, Wujudkan Lewat Cita dan Cinta

1.16.2023

FTMI: Talas dan Panser, Tampilkan 'Wajah' Sesungguhnya

 Dari Festival Teater Mahasiswa di Taman Budaya 

dok tku


ARSIP TKU-Menjadi anak negeri memang tidak mudah, apalagi kalau hidup ini hanya dimanfaatkan untuk diri sendiri tanpa memikirkan orang lain di sekitarnya. Karena hidup ini adalah saling ketergantungan.

Dalam Festival Teater Mahasiswa Indonesia (FTMI) Sulsel yang digelar TKU Unhas di aula Taman Budaya Sulsel Jumat (25/8) lalu ini menampilkan dua grup teater kampus. Meski berasal dari kawasan yang sama yakni teater kampus, tapi dalam hal karya sangat berbeda, terutama dari segi tema yang ingin disampaikan kepada khalayak.

Tilik saja misalnya pertunjukan eksperimental bertajuk Anak Iblis yang ditampilkan UKM Seni Budaya Talas Unismuh, terlihat ada kesungguhan untuk menggali lebih dalam lagi tentang tema yang ingin disampaikan kepada semua penonton.

Dalam cerita, si penulis naskah, Abidin Wakur menghadirkan dua sosok manusia, Beddu dan Rohana yang merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut. Manusia desa adalah gelar yang cocok untuk keduanya, karena dalam adegan digambarkan kalau mereka seakan-akan tidak tahu-menamu dengan keadaan kota yang sebenarnya. Tapi dengan segala keberanian yang disandangnya, mereka berdua barangkali entah dengan maksud apa-apa.

Sejak kecil, di dalam keluarganya ia senantiasa dididik untuk taat beragama. Tak heran jika azan maghrib tiba, keduanya diwajibkan untuk berangkat ke mesjid. Mesjid baginya pada waktu itu, merupakan tempat menautkan pikiran dan perasaannya. Hari-hari indah itu pun mereka lewati berdua dengan segala kebahagiaan.

Tampaknya keduanya terpengaruh dengan pepatah yang mengatakan, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina" yang membuatnya harus melanjutkan sekolah di kota yang tidak pernah dikenalinya sama sekali.

Namun saat menginjak kora, ia sama sekali tidak menyangka kalau "benteng" jiwa yang selama ini kuat harus jebol. Ternyata hidupnya harus berhadapan dengan sejumlah modernisasi  yang membuat dirinya terbius dalam buaian pergaulan kota. Awalnya memang coba-coba, tapi kemudian ia tidak sekadar menjadi kebiasaan, akan tetapi lambat laut menjadi kewajiban. Seperti wajibnya ai menunaikan shalat lima waktu. Masya Allah!

Menjadi berandal kota memang bukan cita-citanya dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Akan tetapi, tak dapat dipungkirinya kalau iman yang ada di dadanya tak kuasa menahan serangan kota yang tidak memikirkan siang malam perputaran roda waktu.

Karena kelakuannya, Beddu menjadi buronan polisi, sementara Rohana terjun ke dunia serba gelap. Sehitam dan sekelabu cita-citanya yang sirna oleh kejamnya kota.

Tapi, tidak disangka-sangka Beddu yang buronan polisi tersebuh tiba-tiba menjadi 'raja' alias memimpin sebuah negara. Namun, lagi-lagi ia berbuat keteledoran, karena cara memimpinnya tidak disukai rakyatnya, karena ia dengan semena-mena memerintahkan rakyat.

Tapi semua itu tidak ada artinya dan tak akan pernah terjadi. Itu hanyalah mimpi belaka yang membuat dirinya terbuai dalam tidur yang panjang. Dan memang seperti itu, ia lebih memilih mati dalam kesendiriannya daripada terus diburu oleh bayangannya sendiri. Bayangannya yang bisa membunuhnya secara perlahan. Sementara itu, Rohana berhasil selamat dengan bantuan seorang kyai.

Pada pementasan kedua, teater panser UMI menampilkan "Sketsa garis Miring" yang banyak bercerita tentang anak pertiwi yang sudah kehilangan kemampuan untuk berjuang. Menurutnya, dunia ini telah kotor dengan penuh intrik dan trik dan tidak jarang cara-cara kotor juga digunakan untuk menindas kaum yang paling bawah.

Bahkan sang sutradara mematikan ibu pertiwinya sendiri yang kemudian menerbangkannya ke dalam dunia lain sembari menatap merah putih yang semakin hari semakin lusuh dan sakit. Naskah ini ditulis dan disutradarai sendiri oleh Mursyiddin Albin SS.

Penampilan kedua pementas malam itu, secara garis besarnya belum tergarap secara serius. Pasalnya masih ada hal-hal yang sifatnya teknis, seperti artikulasi, pengadengangan, mimik, dan artistik yang belum memadai dari kedua peserta. Meskipun demikian, itulah usaha mereka untuk menampilkan satu ciri teater mahasiswa. Namun, entah siapa yang akan memberi nama bahwa inilah teater mahasiswa. Namun perkataan tersebut tidak sampai di sini karena masih ada lima peserta yang akan tampil hingga 31 Agustus mendatang. (m2)

Harian Fajar, Sabtu, 26 Agustus 2000


Tidak ada komentar: